"丂eolah sudah jadi salah satu sifat dunia bahwa menilai orang lain jauh
lebih mudah dibanding mengetahui aib dalam diri.
Terlebih saat seseorang pernah melakukan kesalahan. Seolah kemudian
kesalahan itu kemudian melekat dibenak kita sebagai bagian dari
identitas orang tersebut.
Sehingga meski telah berubah sekalipun orang
tersebut tetap dikenal dan diingat kesalahannya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Salah seorang dari kalian dapat melihat
kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang
ada di matanya.” (HR. Bukhari)
Parahnya, tak jarang pula pendapat itu membuat kita merasa lebih baik
daripada orang yang dimaksud. Sehingga tanpa kita sadari hal itu menjadi
penyakit yang merusak hati.
Imam hasan Al Bashri pernah ditanya:
"Siapakah orang yang paling buruk?"
Beliau menjawab:
"Orang yang merasa dirinya lebih baik dari orang lain"
Dan tatkala prasangka buruk orang mampir tanpa diundang dalam kehidupan
kita, dan kemudian membuat ruang dalam hati kecil kita terasa begitu
sesak,
Sabar sabarlah...
Toh Allah tak pernah salah dalam penilaian-Nya.
Siapalah yang tahu bahwa sabar itulah yang kelak nanti menyelamatkan
kita.
Siapalah yang menduga jika sabar itulah yang menyemai bibit dan
kemudian berbuah menjadi pahala.
Tetaplah untuk berani. Berani berhijrah. Berani menjadi lebih baik.
Salam,
0 komentar