Abdurrahman Bin Abi Bakar, Pahlawan Sampai Saat Terakhir
5/04/2017
Diaa merupakan lukisan nyata tentang kepribadian Arab dengan
segala kedalaman dan kejauhannya . . . . Sementara bapaknya adalah orang yang
pertama beriman, dan “Shiddiq” yang memiliki corak keimanan yang tiada
taranya terhadap Allah dan Rasul-Nya, serta orang kedua ketika mereka berada
dalam gua.
Tetapi Abdurrahman termasuk salah seorang yang keras laksana
batu karang menyatu menjadi satu, senyawa dengan Agama nenek moyangnya dan
berhala-berhala Quraisy … !
Di perang Badar ia tampil sebagai barisan penyerang di pihak
tentara musyrik.
Dan di perang Uhud ia mengepalai pasukan panah yang dipersiapkan
Quraisy untuk menghadapi Kaum Muslimin . . . . Dan sebelum kedua pasukan itu
bertempur, lebih dulu seperti biasa dimulai dengan perang tanding. Abdurrahman
maju ke depan dan meminta lawan dari pihak Muslimin. Maka bangkitlah bapaknya
yakni Abu Bakar Shiddiq r.a. maju ke muka melayani tantangan anaknya itu ….
Tetapi Rasulullah menahan shahabatnya itu dan menghalanginya melakukan perang
tanding dengan puteranya sendiri ….
Bagi seorang Arab asli, tak ada ciri yang lebih menonjol dari
kecintaannya yang teguh terhadap apa yang diyakininya . . . . . Jika ia telah
meyakini kebenaran sesuatu agama atau sebuah pendapat, maka tak ubahnya ia bagai
tawanan yang diperbudak oleh keyakinannya itu hingga tak dapat melepaskan diri
lagi. Kecuali bila ada keyakinan baru yang lebih kuat, yang memenuhi rongga
akal dan jiwanya tanpa syak wasangka sedikit pun, yang akan menggeser
keyakinannya yang pertama tadi.
Demikianlah, bagaimana juga hormatnya Abdurrahman kepada
bapaknya, serta kepercayaannya yang penuh kepada kematangan akal dan kebesaran
jiwa serta budinya, namun keteguhan hatinya terhadap keyakinannya tetap
berkuasa hingga tiada terpengaruh oleh keislaman bapaknya itu. Maka ia berdiri
teguh dan tak beranjak dari tempatnya, memikul tanggung jawab aqidah dan
keyakinannya itu, membela berhala-berhala Quraisy dan bertahan mati-matian di
bawah bendera dan panji-panjinya, melawan Kaum Mu’minin yang telah siap
mengurbankan jiwanya.
Dan orang-orang kuat semacam ini, tidak buta akan kebenaran,
walaupun untuk itu diperlukan waktu yang lama. Kekerasan prinsip, cahaya
kenyataan dan ketulusan mereka, akhir kesudahannya akan membimbing mereka
kepada barang yang haq dan mempertemukan mereka dengan petunjuk dan kebaikan.
Dan pada suatu hari, berdentanglah saat yang telah ditetapkan
oleh taqdir itu, yakni saat yang menandai kelahiran baru dari Abdurrahman bin
Abu Bakar Shiddiq . . . . Pelita-pelita petunjuk telah menyuluhi dirinya,
hingga mengikis habis baying-bayang kegelapan dan kepalsuan warisan jahiliyah.
Dilihatnya Allah Maha Tunggal lagi Esa di segala sesuatu yang terdapat di
sekelilingnya, dan petunjuk Allah pun mengurat-mengakar pada diri dan jiwanya,
hingga ia pun menjadi salah seorang Muslim . . . !
Secepatnya ia bangkit melakukan perjalanan jauh menemui
Rasulullah untuk kembali ke pangkuan Agama yang haq. Maka bercahaya-cahayalah
wajah Abu Bakar karena gembira ketika melihat puteranya itu bai’at kepada Rasulullah
saw.
Di waktu kafirnya la adalah seorang jantan! Maka sekarang ia
memeluk Islam secara jantan pula! Tiada sesuatu harapan yang menariknya, tiada
pula sesuatu ketakutan yang mendorongnya
Hal itu tiada lain hanyalah suatu keyakinan yang benar dan tepat,
yang dikaruniakan oleh hidayah Allah dan taufik-Nya! Dan mulai saat itu
Abdurrahman pun berusaha sekuat tenaga untuk menyusul
ketinggalan-ketinggalannya selama ini, baik di jalan Allah, maupun di jalan
Rasul dan orang-orang Mu’min.
Di masa Rasulullah saw. begitupun di masa khalifah-khalifah
sepeninggalnya, Abdurrahman tak ketinggalan mengambil bagian dalam peperangan,
dan tak pernah berpangku tangan dalam jihad yang aneka ragam ….
Dalam peperangan Yamamah yang terkenal itu, jasanya amat besar.
Keteguhan dan keberaniannya memiliki peranan besar dalam merebut kemenangan
dari tentara Musailamah dan orang-orang murtad . . . . Bahkan ialah yang
menghabisi riwayat Mahkam bin Thufeil, yang menjadi otak perencana bagi Musailamah,
dengan segala daya upaya dan kekuatannya ia berhasil mengepung benteng
terpenting yang digunakan oleh tentara murtad sebagai tempat yang strategis
untuk pertahanan mereka.
Tatkala Mahkam rubuh disebabkan suatu pukulan yang menentukan
dari Abdurrahman, sedang orang-orang sekelilingnya lari tunggang langgang,
terbukalah lowongan besar dan luas di benteng itu, hingga prajurit-prajurit
Islam masuk berlompatan ke dalam benteng itu . . . .
Di bawah naungan Islam sifat-sifat utama Abdurrahman bertambah
tajam dan lebih menonjol. Kecintaan kepada keyakinannya dan kemauan yang teguh
untuk mengikuti apa yang dianggapnya haq dan benar, kebenciannya terhadap
bermanis mulut dan mengambil muka, semua sifat ini tetap merupakan sari hidup
dan permata kepribadiannya. Tiada sedikit pun ia terpengaruh oleh sesuatu
pancingan atau di bawah sesuatu tekanan, bahkan juga pada saat yang amat gawat,
yakni ketika Mu’awiyah memutuskan hendak memberikan bai’at sebagai khalifah
bagi Yazid dengan ketajaman senjata!
Mu’awiyah mengirim surat bai’at itu kepada Marwan gubernurnya
di Madinah dan menyuruh dibacakannya kepada Kaum Muslimin di mesjid. Marwan
melaksanakan perintah itu, tetapi belum lagi selesai ia membacakannya,
Abdurrahman bin Abu Bakar pun bangkit dengan maksud hendak merubah suasana
hening yang mencekam itu menjadi banjir protes dan perlawanan keras katanya:
“Demi Allah, rupanya bukan kebebasan memilih yang anda berikan kepada
ummat Nabi Muhammad saw., tetapi anda hendak menjadikannya kerajaan seperti di
Romawi hingga bila seorang kaisar meninggal, tampillah kaisar lain sebagai
penggantinya … !”
Saat itu Abdurrahman melihat bahaya besar yang sedang mengancam
Islam, yakni seandainya Mu’awiyah melanjutkan rencananya itu, akan merubah
hukum demokrasi dalam Islam di mana rakyat dapat memilih kepala negaranya
secara bebas, menjadi sistem monarki di mana rakyat akan diperintah oleh
raja-raja atau kaisar-kaisar yang akan mewarisi takhta secara turun temurun … !
Belum lagi selesai Abdurrahman melontarkan kecaman keras ini ke
muka Marwan, ia telah disokong oleh segolongan Muslimin yang dipimpin oleh
Husein bin Ali, Abdullah bin Zubeir dan Abdullah bin Umar.
Di belakang muncul beberapa keadaan mendesak yang memaksa
Husein, Ibnu Zubeir dan Ibnu Umar berdiam diri terhadap rencana bai’at yang
hendak dilaksanakan Mu’awiyah dengan kekuatan senjata ini. Tetapi Abdurrahman
tidak putus-putusnya menyatakan batalnya baiat ini secara terus terang!
Mu’awiyah mengirim utusan untuk menyerahkan uang kepada
Abdurrahman sebanyak seratus ribu dirham dengan maksud hendak membujuknya.
Tetapi Abdurrahman melemparkan harta itu jauh-jauh, lalu katanya kepada utusan
Mu’awiyah: “Kembalilah kepadanya dan katakan bahwa Abdurrahman tak hendak
menjual Agamanya dengan dunia … !”
Tatkala diketahuinya setelah itu bahwa Mu’awiyah sedang
bersiap-siap hendak melakukan kunjungan ke Madinah, Abdurrahman segera
meninggalkan kota itu menuju Mekah. Dan rupanya iradat Allah akan menghindarkan
dirinya dari bencana dan akibat pendiriannya ini ….
Karena baru saja ia sampai di luar kota Mekah dan tinggal
sebentar di sana, ruhnya pun berangkat menemui Tuhannya. Orang-orang mengusung
jenazahnya di bahu-bahu mereka dan membawanya ke suatu dataran tinggi kota
Mekah lalu memakamkannya di sana, yakni di bawah tanah yang telah menyaksikan
masa jahiliyahnya …. dan juga telah menyaksikan masa Islamnya . . . ! Yakni
keislaman seorang laki-laki yang benar, berjiwa bebas dan kesatria … !
https://catatan-primata.blogspot.co.id/2
0 komentar