Kisah Kakek Yang Habiskan Separuh Hidupnya Melayani Di Al Aqsha
6/01/2017
"Selama lebih dari setengah abad terakhir, Sheikh Khader al-Aweiwi, 73
tahun, telah mengabdikan dirinya untuk menjadi pelayan di Masjid
Al-Aqhsa di Al Quds, tempat suci ketiga oleh umat Islam setelah Mekkah
dan Madinah.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Anadolu Agency, al-Aweiwi
menceritakan banyak peristiwa sejarah yang telah ia menyaksikan saat
bekerja di Al-Aqsha sebagai penjaga, petugas pemadam kebakaran dan
muadzin dari tahun 1968-2011.
Dia pertama kali mulai bekerja di kompleks Masjid Al-Aqsha sebagai
penjaga pada tahun 1968, satu tahun setelah Israel menduduki Tepi Barat
(termasuk Yerusalem/Al Quds), yang sebelumnya telah dikuasai oleh
Yordania.
“Saya tidak pernah hanya sekedar menjadi karyawan di Al-Aqsa. Bagi
saya, itu bukan hanya pekerjaan, itu adalah cara hidup,” ungkap
al-Aweiwi kepada Anadolu Agency sebagaimana juga diberitakan oleh worldbulletin.net, 20 April.
ada tahun 1969, al-Aweiwi menyaksikan pembakaran Masjid Al Aqsha yang
mengagetkan dunia, yang dilakukan oleh seorang ekstrimis Kristen
Australia. Serangan itu menghancurkan mimbar masjid yang telah berusia
1.000 tahun. Tragedi ini menjadi penyebab pembentukan Organisasi
Kerjasama Islam (OKI) setahun kemudian.
“Saya sedang libur saat serangan itu terjadi,” al-Aweiwi mengingat.
“Ketika saya mendengar tentang apa yang terjadi, saya mencoba untuk
mencapai kompleks masjid meskipun semua hambatan didirikan oleh Israel.”
“Orang-orang Al-Quds terkejut dan marah,” katanya. “Polisi Israel
menghentikan pemadam mencapai komplek. Warga Palestina harus membawa air
sendiri untuk memadamkan kobaran api.”
Al-Alweiwi juga ingat bagaimana, setelah kejadian itu, pemerintah
Israel telah mencoba untuk merekrut pemuda Palestina untuk membantu
mengamankan Al Aqsha.
“Mereka [Israel] menawarkan saya gaji tiga kali lipat jika saya
bekerja sebagai seorang polisi bagi mereka bukan penjaga masjid,”
katanya.
“Tapi saya menolak tawaran itu. Saya mengatakan kepada mereka, ‘Saya
tidak akan menggantikan lencana [penjaga Al-Aqsa] dengan Bintang Daud
[dari polisi Israel]’.”
Dia menambahkan: “Saya ingin dikenang sebagai seseorang melayani
Al-Aqsa, bukan sebagai seseorang yang membantu polisi pendudukan
[Israel].”
Banyak Yang Syahid
Serangan terhadap Al Aqsha menginspirasi al-Aweiwi untuk mulai
bekerja sebagai petugas pemadam kebakaran di kompleks Al-Aqsha,
pekerjaan yang dia jalani selama tiga tahun berikutnya.
“Saya mengambil berbagai kursus pemadam kebakaran, beberapa di
antaranya melibatkan latihan berisiko yang membuat takut peserta lain,”
katanya.
Al-Aweiwi juga menjelaskan bagaimana dia melihat banyak orang
Palestina syahid selama bertahun-tahun di dan sekitar kompleks Al-Aqsha.
“Dalam salah satu pembantaian Israel di tahun 1990-an, saya melihat
tentara pendudukan Israel menyeret seorang pria, yang telah menderita
luka kepala yang parang – dari Gerbang Singa,” kenangnya.
Dia juga menyaksikan semakin sering serangan oleh pemukim militan
Yahudi ke komplek Al Aqsha, meskipun jamaah Muslim selalu menjaganya.
“Sejak Al-Quds diduduki pada tahun 1967, kami telah melihat pemukim
Yahudi memaksa masuk ke komplek dengan jumlah yang terus bertambah,”
katanya.
“Kami dulu memiliki kekuatan untuk melawan mereka,” tambahnya. “Tapi
sekarang mereka datang dalam jumlah besar, biasanya dilindungi oleh
polisi Israel.”
Komitmen
Namun, meski seringnya serangan orang-orang Israel, al-Aweiwi
mengatakan ia tetap berkomitmen penuh untuk melayani dan membela Masjid
Al Aqhsa. Dia juga pernah menjabat sebagai muadzin masjid.
Al-Aweiwi ingat bagaimana pada suatu waktu, seorang perwira Israel
memintanya untuk menunda adzan Isya karena festival Yahudi telah
berlangsung pada waktu yang sama.
“Saya menolak,” kata al-Aweiwi. “Saya mengatakan kepada petugas dengan tegas bahwa adzan itu suci.”
Selain sebagai muadzin masjid, al-Aweiwi juga dikenal di antara penduduk Palestina karena bacaan Al Quran-nya yang indah.
Pada tahun 2010, ketika Angkatan Laut Israel menyerang armada bantuan
Turki menuju Gaza yang menewaskan 10 aktivis Turki di kapal, al-Aweiwi
menyampaikan khotbah shubuh di mana ia memuliakan para syuhada relawan
di kapal itu dan mengutuk para penyerang.
“Saya segera dipanggil oleh petugas intelijen Israel yang menuduh saya menghasut kekerasan,” katanya.
Al-Aweiwi akhirnya pensiun pada tahun 2011, tapi ini tidak mengakhiri pelayanannya terhadap Al-Aqsha.
“Ketika saya pensiun, saya meminta Awqaf [ Kementerian Waqaf
Yordania) yang bertanggung jawab untuk mengurus komplek Al Aqsha untuk
mengijinkan saya melakukan adzan setiap kali muadzin baru tidak ada,”
katanya.
Permintaannya diterima dan ia terus menyerukan adzan pada berbagai kesempatan, terutama selama bulan puasa Ramadan.
Majd al-Hadmi, yang sekarang bertanggung jawab menjadi muadzin di Al-Aqsa, menjelaskan al-Aweiwi lebih dari sekedar muadzin.
“Dia perpaduan Farouk Hadrawi di Madinah dan Ali Ahmed Mulla di Makkah,” al-Hadmi mengatakan Anadolu Agency, mengacu pada dua dari para muadzin yang paling terkenal di dunia Arab tersebut.
0 komentar