TARIKAT SYAZILIYAH DAN AJARANNYA
4/16/2017
Tarekat
ini lahir di Maroko,yg direalisasikan oleh Syekh Abdul Hasan
as-Syadzili(1258). Tarekat ini merupakan salah satu komunitas ajaran
sufistik yg memiliki pengikut yg luar biasa banyaknya. Sekarang ,tarekat
ini sudah menyebar di berbagai negara.Diantaranya,di Afrika
utara,Mesir, Kenya, Tanzania, Timur-tengah,& Sri langka.Bahkan
,aliran tarekat ini telah merambah ke Amerika barat/utara.Tarekat ini
umumnya diikuti oleh kalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat, dan
pegawai negeri. Sebagian ajaran tarekat ini dipengaruhi oleh iman
al-Ghazali & al-Makki.
- 1. Pendiri Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah adalah tarekat yang dipelopori oleh Syeh Abul Hasan Asy Syadzili.
Nama Lengkapnya adalah Abul Hasan Asy Syadzili al-Hasani bin Abdullah
Abdul Jabbar bin Tamim bin Hurmuz bin Hatim bin Qushay bin Yusuf bin
Yusya’ bin Ward bin Baththal bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad
anak pemimpin pemuda ahli surga dan cucu sebaik-baik manusia: Abu
Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a dan Fatimah al-Zahra binti RasulullahSAW.[1].
Nama
kecil Syeh Abul Hasan Asy Syadzili adalah Ali, gelarnya adalah
Taqiyuddin, Julukanya adalah Abu Hasan dan nama populernya adalah Asy Syadzili. al-Syadzili lahir di sebuah desa yang bernama Ghumarah, dekat kota Sabtah pada tahun 593 H(1197 M). menghapal al-Quran dan pergi ke Tunis ketika
usianya masih sangat muda. Ia tinggal di desa Syadzilah. Oleh karena
itu, namanya dinisbatkan kepada desa tersebut meskipun ia tidak berasal
dari desa tersebut.[1]
- Intisari tarekat
Secara
pribadi Abul Hasan asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf,
begitu juga muridnya, Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran
lisan tasawuf, doa, dan hizib.
Ibn Atha’illah as- Sukandari adalah orang yang prtama menghimpun
ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga kasanah
tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibn Atha’illah juga orang yang
pertama kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan tareqat
tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan
setelahnya.
Melalui
sirkulasi karya-karya Ibn Atha’illah, tareqat Syadziliyah mulai
tersebar sampai ke Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru.
Tetapi ia tetap merupakan tradisi individualistik, hampir-hampir mati,
meskipun tema ini tidak dipakai, yang menitik beratkan pengembangan sisi
dalam. Syadzili sendiri tidak mengenal atau menganjurkan murid-muridnya
untuk melakukan aturan atau ritual yang khas dan tidak satupun yang
berbentuk kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya
tetap mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat
Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang tersebar tanpa mempunyai hubungan
satu dengan yang lain.
Sebagai
ajaran Tareqat ini dipengaruhi oleh al-Ghazali dan al-Makki. Salah satu
perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya: “Seandainya kalian
mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu
Hamid al-Ghazali”. Perkataan yang lainnya: “Kitab Ihya’ Ulum ad-Din,
karya al-Ghozali, mewarisi anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya
al-Makki, mewarisi anda cahaya.” Selain kedua kitab tersebut,
as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa
al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya Qadhi ‘Iyad, Ar-Risalah
karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atah’illah.
- 3. Silsilah
Sanad dan Silsilah Tariqah
- As-Syaikh As-Sayyid Abil Hasan Asy-Syadzili ra drp
- As-Syaikh Abdus Salam b Mashish ra drp
- As-Syaikh Muhammad bin Harazim ra drp
- As-Syaikh Muhammad Salih ra drp
- As-Syaikh Shuaib Abu Madyan ra drp
- As-Syaikh As-Sayyid Abdul Qadir Al-Jailani ra drp
- As-Syaikh Abu Said Al-Mubarak ra drp
- As-Syaikh Abul Hasan Al-Hukkari ra drp
- As-Syaikh At-Tartusi ra drp
- As-Syaikh Asy-Shibli ra drp
- As-Syaikh Sari As-Saqati ra drp
- As-Syaikh Ma’ruf Al-Kharkhi ra drp
- As-Syaikh Daud At-Tai ra drp
- As-Syaikh Habib Al-Ajami ra drp
- Imam Hasan Al-Basri ra drp
- Sayyidina Ali bin Abu Talib ra drp
- Sayyidina Muhammad saw
Sanad Nasab Abil Hasan Asy-Syadzili
- As-Sayyid Asy-Syaikh Abil Hasan Asy-Syadzili bin
- Ali bin
- Abdullah bin
- Tamim bin
- Hurmuz bin
- Hatim bin
- Qusay bin
- Yusuf bin
- Yusya bin
- Ward bin
- Bathaal bin
- Ali bin
- Ahmad bin
- Muhammad bin
- Isa bin
- Muhammad bin
- Abi Muhammad bin
- Imam Hasan bin
- Sayyidna Ali ra dan Sayyidatina Fathimah binti
- Rasulullah Sayyidina Muhammad saw.
- 4. Wejangan Dasar
Tauhid dengan sebenar-benarnya tauhid yang tidak musrik kepada Alloh ta’ala
- Ketaqwaan terhadap Allah swt lahir dan batin, yang diwujudkan dengan jalan bersikapwara’ dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt.
- Konsisten mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang direalisasikan dengan selalau bersikap waspada dan bertingkah laku yang luhur.
- Berpaling (hatinya) dari makhluk, baik dalam penerimaan maupun penolakan, dengan berlaku sadar dan berserah diri kepada Allah swt (Tawakkal).
- Ridho kepada Allah, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang diwujudkan dengan menerima apa adanya (qana’ah/ tidak rakus) dan menyerah.
- Kembali kepada Allah, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah, yang diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung kepada-Nya dalam keadaan susah.
Kelima sendi tersebut juga tegak diatas lima sendi berikut:
- Semangat yang tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi.
- Berhati-hati dengan yang haram, yang membuatnya dapat meraih penjagaan Allah atas kehormatannya.
- Berlaku benar/baik dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikannya kepada pencapaian tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.
- Melaksanakan tugas dan kewajiban, yang menyampaikannya kepada kebahagiaan hidupnya.
- Menghargai (menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan nikmat yang lebih besar.
Selain
itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan segala
kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang)
merupakan salah satu pandangan tareqat ini, yang kemudian diperdalam dan
diperkokoh oleh Ibn Atha’illah menjadi doktrin utamanya. Karena
menurutnya, jelas hal ini merupakan hak prerogratif Allah. Apa yang
harus dilakukan manusia adalah hendaknya ia menunaikan tugas dan
kewajibannya yang bisa dilakukan pada masa sekarang dan hendaknya
manusia tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan menghalanginya untuk
berbuat positif.
Perkembangan Tarekat
Sementara
itu tokohnya yang terkenal pada abad ke delapan Hijriyah, Ibn Abbad
ar-Rundi (w. 790 H), salah seorang pensyarah kitab al-Hikam memberikan
kesimpulan dari ajaran Syadziliyah: Seluruh kegiatan dan tindakan kita
haruslah berupa pikiran tentang kemurahan hati Allah kepada kita dan
berpendirian bahwa kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan
mengikatkan diri kita kepada Allah dengan suatu kebutuhan yang mendalam
akan-Nya, dan memohon kepada-Nya agar memberi syukur kepada kita.”
Mengenai
dzikir yang merupakan suatu hal yang mutlak dalam tareqat, secara umum
pada pola dzikir tareqat ini biasanya bermula dengan Fatihat adz-dzikir.
Para peserta duduk dalam lingkaran, atau kalau bukan, dalam dua baris
yang saling berhadapan, dan syekh di pusat lingkaran atau diujung
barisan. Khusus mengenai dzikir dengan al-asma al-husna dalam tareqat
ini, kebijakjsanaan dari seorang pembimbing khusus mutlak diperlukan
untuk mengajari dan menuntun murid. Sebab penerapan asma Allah yang
keliru dianggap akan memberi akibat yang berbahaya, secara rohani dan
mental, baik bagi sipemakai maupun terhadap orang-orang disekelilingnya.
Beberapa contoh penggunaan Asma Allah diberikan oleh Ibn Atha’ilah
berikut: “Asma al-Latif,” Yang Halus harus digunakan oleh seorang sufi
dalam penyendirian bila seseorang berusaha mempertahankan keadaan
spiritualnya; Al-Wadud, Kekasih yang Dicintai membuat sang sufi dicintai
oleh semua makhluk, dan bila dilafalkan terus menerus dalam
kesendirian, maka keakraban dan cinta Ilahi akan semakin berkobar; dan
Asma al-Faiq, “Yang Mengalahkan” sebaiknya jangan dipakai oleh para
pemula, tetapi hanya oleh orang yang arif yang telah mencapai tingkatan
yang tinggi.
Demografik Para Pengikut
Tareqat
Syadziliyah terutama menarik dikalangan kelas menengah, pengusaha,
pejabat, dan pengawai negeri. Mungkin karena kekhasan yang tidak begitu
membebani pengikutnya dengan ritual-ritual yang memberatkan seperti yang
terdapat dalam tareqat-tareqat yang lainnya. Setiap anggota tareqat ini
wajib mewujudkan semangat tareqat didalam kehidupan dan lingkungannya
sendiri, dan mereka tidak diperbolehkan mengemis atau mendukung
kemiskinan. Oleh karenanya, ciri khas yang kemudian menonjol dari
anggota tareqat ini adalah kerapian mereka dalam berpakaian. Kekhasan
lainnya yang menonjol dari tareqat ini adalah “ketenagan” yang terpancar
dari tulisan-tulisan para tokohnya, misalnya: asy-Syadzili, Ibn
Atha’illah, Abbad. A Schimmel menyebutkan bahwa hal ini dapat dimengerti
bila dilihat dari sumber yang diacu oleh para anggota tareqat ini.
Kitab ar-Ri’ayah karya al-Muhasibi. Kitab ini berisi tentang telaah
psikologis mendalam mengenai Islam di masa awal. Acuan lainnya adalah
Qut al-Qulub karya al-Makki dan Ihya Ulumuddin karya al-Ghozali. Ciri
“ketenangan” ini tentu sja tidak menarik bagi kalangan muda dan kaum
penyair yang membutuhkan cara-cara yang lebih menggugah untuk berjalan
di atas Jalan Yang Benar.
Disamping
Ar-Risalahnya Abul Qasim Al-Qusyairy serta Khatamul Auliya’nya, Hakim
at-Tirmidzi. Ciri khas lain yang dimiliki oleh para pengikut tareqat ini
adalah keyakinan mereka bahwa seorang Syadzilliyah pasti ditakdirkan
menjadi anggota tareqat ini sudah sejak di alam Azali dan mereka percaya
bahwa Wali Qutb akan senantiasa muncul menjadi pengikut tareqat ini.
Tidak
berbeda dengan tradisi di Timur Tengah, Martin menyebutkan bahwa
pengamalan tareqat ini di Indonesia dalam banyak kasus lebih bersifat
individual, dan pengikutnya relatif jarang, kalau memang pernah, bertemu
dengan yang lain. Dalam praktiknya, kebanyakan para anggotanya hanya
membaca secara individual rangaian-rangkaian doa yang panjang (hizb),
dan diyakini mempunyai kegunaan-kegunaan megis. Para pengamal tareqat
ini mempelajari berbagai hizib, paling tidak idealnya, melalui
pengajaran (talkin) yang diberikan oleh seorang guru yang berwewenang
dan dapat memelihara hubungan tertentu dengan guru tersebut, walaupun
sama sekali hampir tidak merasakan dirinya sebagai seorang anggota dari
sebuah tareqat.
Amalan-Amalan
Hizb al-Bahr, Hizb Nashor, Hizb Barr disamping Hizib al-Hafidzah,
merupakan Hizib-Hizib yang terkenal dari as-Syadzilli. Menurut laporan,
hizib ini dikomunikasikan kepadanya oleh Nabi SAW. Sendiri. Hizib ini
dinilai mempunyai kekuatan adikodrati, yang terutama dugunakan untuk
melindungi selama dalam perjalanan dan bermanfaat dalam meningkatkan
kadar ibadah kepada Alloh ta’ala.
Sebagai
contoh, Ibnu Batutah menggunakan doa-doa tersebut selama
perjalanan-perjalanan panjangnya, dan berhasil. Di Indonesia, dimana doa
ini diamalkan secara luas, secara umum dipercaya doa ini baik dan tidak
bertentangan dengan Sunatulloh dan Sunnatur Rosul. Untuk pengamalan
hizb ini sebaiknya dalam bimbingan guru yang mengamalkannya.
Hizib-hizib
dalam Tareqat Syadzilliyah, di Indonesia, juga dipergunakan oleh
anggota tareqat lain untuk memohon perlindungan tambahan (Istighotsah),
dan berbagai kekuatan hikmah, seperti debus di Pandegelang, yang
dikaitkan dengan tareqat Rifa’iyah, dan di Banten utara yang dihubungkan
dengan tareqat Qadiriyah. Akan tetapi yang utama adalah Hizb tersebut
dipergunakan untuk meningkatkan kadar ibadah yang sebenarnya kepada
Alloh ta’ala.
Para
ahli mengatakan bahwa hizib, bukanlah doa yang sederhana, ia bukan
hanya merupakan mantera megis yang Nama-nama Allah Yang Agung (Ism Allah
A’zhim) dan, apabila dilantunkan secara benar, akan mengalirkan berkah
dan menjamin respon supra natural dan yang terpenting adalah mendapatkan Ridho Alloh ta’ala semata.
Menyangkut pemakaian hizib, wirid, dana doa, para syekh tareqat
biasanya tidak keberatan bila doa-doa, hizib-hizib (Azhab), dan
wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh setiap muslim untuk tujuan
personalnya. Akan tetapi mereka tidak menyetujui murid-murid mereka
mengamalkannya tanpa berlandaskan Al Qur’an dan tuntunan Rosululloh SAW,
sebab murid tersebut sedang mengikuti suatu pelatihan dari sang guru
untuk dapat beribadah kepada Alloh ta’ala dengan benar.
Yang
menarik dari filosufi Tasawuf Asy-Syadzily, justru kandungan makna
hakiki dari Hizib-hizib itu, memberikan tekanan simbolik akan ajaran
utama dari Tasawuf atau Tharekat Syadziliyah. Jadi tidak sekadar doa
belaka, melainkan juga mengandung doktrin tingkah laku islami, pemahaman, adab hati, penyaksian, pembuktian yang sangat dahsyat.
Pengaruh dan Cabang-Cabang Tarekat Syadziliyyah
Tareqat
ini mempunyai pengaruh yang besar di dunia Islam. Sekarang tareqat ini
terdapat di Afrika Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania Tengah, Sri langka,
Indonesia dan beberapa tempat yang lainnya termasuk di Amerika Barat
dan Amerika Utara. Di Mesir yang merupakan awal mula penyebaran tareqat
ini, tareqat ini mempunyai beberapa cabang, yakitu: al-Qasimiyyah, al-
madaniyyah, al-Idrisiyyah, as-Salamiyyah, al-handusiyyah,
al-Qauqajiyyah, al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah, al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah,
al-Hamidiyyah, al-Faisiyyah dan al- Hasyimiyyah.
Kata-Kata Hikmah
Di antara Ucapan Abul Hasan asy-Syadzili:
Pengelihatan
akan yang Haqq telah mewujud atasku, dan takkan meninggalkan aku, dan
lebih kuat dari apa yang dapat dipikul, sehingga aku memohon kepada
Tuhan agar memasang sebuah tirai antara aku dan Dia. Kemudian sebuah
suara memanggilku, katanya ” Jika kau memohon kepada-Nya yang tahu
bagaimana memohon kepada-Nya, maka Dia tidak akan memasang tirai antara
kau dan Dia. Namun memohonlah kepada-Nya untuk membuatmu kuat
memiliki-Nya.”Maka akupun memohon kekuatan dari Dia pun membuatku kuat,
segala puji itu milik Alloh ta’ala!
Aku
pesan oleh guruku (Abdus Salam ibn Masyisy ra): “Jangan anda
melangkahkan kaki kecuali untuk sesuatu yang dapat mendatangkan
keridhoan Allah ta’ala, dan jangan duduk dimajelis kecuali majelis yang
aman dari murka Allah. Jangan bersahabat kecuali dengan orang yang
membantu berbuat taat kepada Allah. Jangan memilih sahabat karib kecuali
orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah.”
Seorang wali tidak akan sampai kepada Allah selama ia masih ada syahwat atau usaha ikhtiar sendiri.
Janganlah
yang menjadi tujuan doamu itu adalah keinginan tercapainya hajat
kebutuhanmu. Dengan demikian engkau hanya terhijab dari Allah. Yang
harus menjadi tujuan dari doamu adalah untuk dapat selalu taat kepada
Allah yang memiliki pemelihara dirimu.
Seorang
arif adalah orang yang megetahui rahasia-rahasia karunia Allah di dalam
berbagai macam bala’ dan ni’mat yang menimpanya sehari-hari, dan
mengakui kesalahan-kesalahannya didalam lingkungan belas kasih Allah
kepadanya dan bersyukur atas syukur yang mendalam.
Sedikit amal dengan mengakui dan mensyukuri karunia Allah, lebih baik dari banyak amal dengan terus merasa kurang beramal.
Andaikan
Allah membuka nur (cahaya) seorang mu’min yang berbuat dosa, niscaya
ini akan memenuhi antara langit dan bumi, maka bagaimanakah kiranya
menjelaskan : “Andaikan Allah membuka hakikat kewalian seorang wali,
niscaya ia akan disembah, sebab ia telah mengenangkan sifat-sifat Allah
SWT.
sumber: http://al-asfa.blogspot.co.id/
0 komentar