Kisah Abu Ayyub al-Anshary; Rumahnya Dijadikan Tempat Tinggal Nabi saw.
4/09/2017
Beliau yang berasal dari bani Najjar, lahir pada 587M yaitu 16 tahun lewat dari tahun kelahiran Rasulullah saw.
Beliau adalah seorang sahabat yang sangat mulia. Dia dan istrinya
adalah sekelompok sahabat Rasulullah saw yang membela kemuliaan Aisyah r.a. saat terjadi gelombang fitnah yang tercetus setelah peristiwa Perang al-Muraisi. Dia mengecam kepala munafik, Abdullah bin Ubay yang bertanggung jawab mengugat kemuliaan ummul mukminin yang dituduh berkhalwat dengan Safwan bin al-Muwattal.
Ia mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah Rasulullah ketika Nabi
Muhammad saw. hijrah dari Mekkah ke Madinah. Ia mengikuti setiap
pertempuran dalam membela Islam. Sampai pada zaman Muawiyah bin Abu Sufyan, Ia ikut bertempur melawan kekaisaran Romawi. Ia dimakamkan di Konstantinopel. Pada zaman pemerintahan Muhammad al-Fatih memerintah Kesultanan Utsmaniyah, Ia dijadikan idola sebagai pahlawan yang membebaskan kota Konstantinopel.
1. Mendapat Kehormatan dari Rasulullah saw.
Ketika Rasulullah saw.
memasuki Madinah, setiap orang berlomba-lomba agar beliau berhenti di
rumahnya. Namun, Rasulullah shallallahu saw. menunjuk ke arah untanya
dan berkata, “Biarkanlah unta ini. Sesungguhnya unta ini telah diperintahkan.” Di depan rumah Malik bin Najjar, duduklah unta tersebut di dekat rumah Abu Ayub al-Anshari, Khalid bin Zaid.
Maka beliau pun turun dari atasnya dengan penuh harapan dan
kegembiraan. Salah seorang Muslim tampil dengan wajah berseri-seri
karena kegembiraan yang membuncah. Ia maju lalu membawa barang muatan
dan memasukkannya, kemudian mempersilakan Rasulullah masuk ke dalam
rumah. Nabi saw. pun mengikuti sang pemilik rumah. Selama membangun
masjid dan rumah, Rasulullah saw. menetap di kediamannya dan Abu Ayub
sungguh-sungguh memuliakan kunjungan Rasulullah saw.. Ia bersama
istrinya melayani beliau dengan pelayanan sebaik-baiknya. Siapakah orang
beruntung yang dipilih sebagai tempat persinggahan Rasulullah dalam
hijrahnya ke Madinah ini, di saat semua penduduk mengharapkan Nabi
mampir dan singgah di rumah-rumah mereka? Dialah Abu Ayub Al-Anshari
Khalid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar.
2. Anggota Bai'at Aqabah ke-2
Pertemuan ini bukanlah yang pertama kalinya. Sebelumnya, sewaktu utusan Madinah pergi ke Makkah untuk berbaiat dalam bai'at Aqabah
Kedua, Abu Ayub Al-Anshari termasuk di antara 70 orang Mukmin yang
mengulurkan tangan kanan mereka ke tangan kanan Rasulullah serta
menjabatnya dengan kuat, berjanji setia dan siap menjadi pembela. Dan
kini, ketika Rasulullah bermukim di Madinah dan menjadikan kota itu
sebagai pusat agama Allah, maka nasib mujur yang sebesar-besarnya telah
terlimpahkan kepada Abu Ayub, karena rumahnya dijadikan tempat pertama
yang didiami Rasulullah.
Aktif di Setiap Arena Jihad
Sejak orang-orang Quraisy bermaksud jahat terhadap Islam dan berencana
menyerang Madinah, sejak itu pula Abu Ayub mengalihkan aktifitasnya
dengan berjihad di jalan Allah. Ia turut bertempur dalam Perang Badar,
Uhud dan Khandaq. Pendek kata, hampir di tiap medan tempur, ia tampil
sebagai pahlawan yang siap mengorbankan nyawa dan harta bendanya.
Semboyan yang selalu diulang-ulangnya, baik malam ataupun siang, dengan
suara keras atau perlahan adalah firman Allah SWT, "Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang, maupun waktu sempit..." (QS At-Taubah: 41). Sewaktu terjadi pertikaian antara Ali dan Muawiyah,
Abu Ayub berdiri di pihak Ali tanpa sedikit pun keraguan. Dan kala
Khalifah Ali bin Abi Thalib syahid, dan khilafah berpindah kepada
Muawiyah, Abu Ayub menyendiri dalam kezuhudan. Tak ada yang
diharapkannya dari dunia selain tersedianya suatu tempat yang lowong
untuk berjuang dalam barisan kaum Muslimin.
3. Syahid di Turki
Demikianlah, ketika diketahuinya balatentara Islam tengah bergerak ke arah Konstantinopel
(sekarang Turki), ia segera memegang kuda dan membawa pedangnya,
memburu syahid yang sejak lama ia dambakan. Dalam pertempuran inilah ia
menderita luka berat. Ketika komandannya datang menjenguk, nafasnya
tengah berlomba dengan keinginannya menghadap Ilahi. Maka bertanyalah
panglima pasukan waktu itu, Yazid bin Muawiyah,
"Apakah keinginan anda wahai Abu Ayub?" Abu Ayub meminta kepada Yazid,
bila ia telah meninggal agar jasadnya dibawa dengan kudanya sejauh jarak
yang dapat ditempuh ke arah musuh, dan di sanalah ia akan dikebumikan.
Kemudian hendaklah Yazid berangkat dengan balatentaranya sepanjang jalan
itu, sehingga terdengar olehnya bunyi telapak kuda Muslimin di atas
kuburnya, dan diketahuinya bahwa mereka telah berhasil mencapai
kemenangan. Dan sungguh, wasiat Abu Ayub itu telah dilaksanakan oleh
Yazid. Di jantung kota Konstantinopel yang sekarang yang sekarang
bernama Istanbul, di sanalah terdapat pekuburan laki-laki besar.
4. Makamnya Dikeramatkan (???)
Hingga sebelum tempat
itu dikuasai orang-orang Islam, orang Romawi dan penduduk Konstantinopel
memandang Abu Ayub di makamnya itu sebagai orang suci. Dan yang
mencengangkan, para ahli sejarah yang mencatat peristiwa-peristiwa itu
berkata, "Orang-orang Romawi sering berkunjung dan berziarah ke kuburnya
dan meminta hujan dengan perantaraannya, bila mereka mengalami
kekeringan." Jasad Abu Ayub Al-Anshari masih terkubur di sana, namun
ringkikan kuda dan gemerincing pedang tak terdengar lagi. Waktu telah
berlalu, dan kapal telah berlabuh di tempat tujuan. Abu Ayub telah
menghadap Ilahi di tempat yang ia dambakan.
Sebarkan !!! insyaallah Bermanfaat.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha
suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada
Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
0 komentar